Sejarah Feminisme

Sebelum mengenal lebih dalam tentang sejarah feminism, lebih baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian dari feminism tersebut. Menunrt  Mansour  Faqih dalam  Heldianto ( 2004  : 31 ) disebutkan    feminisme adalah suatu gerakan yang berangkat dari asurnsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarya ditindas dan dieksploitasi, serta ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian  tersebut. Atau dalam bahasa saya feminisme merupakan gerakan yang memperjuangkan haknya agar setara dan tidak dianggap sebelah mata oleh kaum laki-laki.
Sejarah gerakan feminisme terbagi menjadi dua gelombang, yang dalam masing-masing gelombang tersebut memiliki perkembangan yang pesat. Berikut ini saya sajikan penjelasan lengkap tentang sejarah dari gelombang pertama maupun gelombang kedua.
A.     Gelombang pertama
Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier pada tahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul the subjection of women (1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama.
Memang gerakan ini sangat diperlukan pada saat itu (abad 18) karena banyak terjadi pemasungan dan pengekangan akan hak-hak perempuan. Selain itu, sejarah dunia juga menunjukkan bahwa secara universal perempuan atau feminine merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki atau maskulin terutama dalam masyarakat patriaki. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan dan politik, hak-hak kaum perempuan biasanya lebih inferior ketimbang apa yang dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan tejadinya Revolusi Perancis di abad ke-18 dimana perempuan sudah mulai berani menempatkan diri mereka seperti laki-laki yang sering berada di luar rumah
Selain itu, suasana tersebut diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung melakukan opresi terhadap kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktek-praktek dan khotbah-khotbah yang menunjang situasi demikian, ini terlihat dalam fakta bahwa banyak gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan jemaat pun hanya dapat dijabati oleh pria. Banyak khotbah-khotbah mimbar menempatkan perempuan sebagai makhluk yang harus tunduk kepada suami.
Maka, dari latar belakang demikian, di Eropa berkembang gerakan untuk menaikkan derajat kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan Politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Tahun 1792 Mary Wolllstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the right of Woman yang isinya dapat dikatakan meletakan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka memberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini dinikmati oleh kaum laki-laki.
Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualita.
B.     Gelombang Kedua
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya Negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan negara-negara Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme gelombang kedua pada tahun 1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan diikutsertakannya kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan.
Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang yahudi kelahiran Algeria yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekontruksionis, Derrida. Dalam the laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan white-Anglo-American Feminist, dia menolak essensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida.
Secara lebih spesifik banyak feminis- individualis kulit putih dan meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga, meliputi negara-negara Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Dalam berbagai penelitian tersebut, telah terjadi proses universalisme perempuan sebelum memasuki konteks relasi sosialis, agama, ras dan budaya.
Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam konteks “all women”dimana semua perempuan adalah sama. Dalam beberapa karya sastra novelis perempuan kulit putih yang ikut dalam perjuangan feminisme yang masih terdapat lubang hitam, yaitu tidak adanya representasi perempuan perempuan budak dari tanah jajahan sebagai subyek. Penggambaran pejuang feminisme adalah masih mempertahankan posisi budak sebagai pengasuh bayi dan budak pembantu di rumah-rumah kulit putih.
Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai penderita yang sama sekali tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah perang dunia kedua. Pejuang tanah Eropa yang lebih mementingkan kemerdekaan bagi laki-laki daripada perempuan. Terbukti kebangkitan semua Negara - negara terjajah dipimpin oleh elit nasionalis dari kalangan pendidikan, politik, dan militer yang kesemuanya adalah laki-laki. Pada era itu kelahiran feminisme gelombang kedua mengalamai puncaknya. Tetapi perempuan dunia ketiga masih dalam kelompok yang bisu.
Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi bahwa semua perempuan adalah sama.

Referensi : http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=147529

1 komentar:

Anonim mengatakan...

apakah ada feminisme gelombang ke tiga??

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes